Web Suka-Suka Translate Light Novel dan Web Novel

Minggu, 17 Maret 2019

Yuusha no Furi mo Raku Janai–Riyuu? Ore ga Kami dakara– Chapter 1 Bahasa Indonesia

Chapter 1 – Ini Dunia Lain Tidak Peduli Bagaimana Kau Melihatnya

Diantara semak-semak belukar di rimbunan pepohonan hijau, aku terbangun dan membuka mataku. Di sekitarku banyak pohon, bunga, serangga, dan binatang yang belum pernah kulihat sebelumnya.
“Aku akan berkeliling dan memeriksanya…”
Aku memasukkan tanganku ke dalam saku Wafuku sambil berjalan. Berjalan di atas tanah lembut hutan menggunakan Geta terasa menyenangkan.
Yah, lagipula, aku bisa saja merampalkan mantranya lagi dan kembali, namun untuk melakukannya aku membutuhkan air suci.
 Bagaimanapun juga, karena sebelumnya aku sudah menggunakan semua air suci di dalam labu, aku tak bisa melakukannya.
“Hutan yang sunyi. Akan lebih baik jika ada mata air atau sungai di sini. «Senrigan».”
Mataku bersinar dan pandanganku bisa melihat jauh.
—Namun, tampaknya hutan ini terlalu luas dan membuatku tidak bisa melihat dengan baik.
“Kalau terus begini, aku akan mencari seseorang yang bisa aku ajak bicara.”
Aku mulai gelisah dan melihat sekelilingku menggunakan Senrigan.
Dan kemudian, aku menemukan sebuah pohon besar. Pohon itu dua kali lebih tinggi dan besar dari pohon lainnya, batangnya sungguh lebar, bahkan jika ada sepuluh orang bergandengan tangan, mereka tak akan bisa sepenuhnya memeluknya.
Jika sesuatu seperti itu berada di Jepang, pohon itu pastinya akan menjadi sebuah Go-Shintai. Aku merasa mungkin saja ada sebuah kehendak yang ada didalamnya. Kehendak dari sang penguasa hutan ini.
“Baiklah. Mari coba tanyakan kepadanya.”
Aku melangkah melewati semak-semak dan mendekati pohon besar itu. Sesampainya di sana, ternyata pohon itu jauh lebih besar dan lebih tinggi dari yang aku lihat sebelumnya.
Sambil mengamati pohon itu dari bawah ke atas, aku tak bisa mempercayainya. Sungguh postur yang bermartabat.
Aku tak merasakan aura jahat darinya, jadi kurasa pohon itu tidak jahat.
“Hei, permisi, apakah ada sungai kecil atau mata air di sekitar sini? Air bersih yang bisa digunakan untuk sihir.”
Setelah aku menanyakannya, beberapa cabang pohon itu bergoyang ke kanan. Tampaknya apa yang kucari ada di sana.
“Terima kasih.”
Aku mengangkat tangan untuk menujukkan rasa terima kasihku dan berjalan ke arah yang di tunjukkan cabang-cabang itu.
Aku berjalan di hutan sambil merasakan teriknya sinar matahari yang melewati celah–celah dedaunan di antara rimbunan pepohonan.
Di sepanjang jalan ada banyak pohon dan bebatuan yang di tumbuhi lumut, bagaimanapun kau melihatnya, ini adalah hutan yang masih alami dan belum terjamah oleh siapapun.
Meninggalkan jejak kaki dari Geta-ku di tanah, aku terus berjalan dan tiba di ruang terbuka di tengah hutan. Luasnya hampir sama dengan sebuah gedung olahraga, tidak ada pohon disini sehingga aku bisa merasakan hangatnya sinar matahari secara langsung. Sepertinya sekarang sudah siang hari.
Tempat itu ditutupi hamparan hijau menyerupai sebuah halaman dan di salah satu sudutnya terdapat sebuah mata air kecil disana.
“Hm?”
Aku berhenti berjalan dan dengan bingung memiringkan kepalaku. Ada seorang wanita yang terikat di sebuah batu besar di samping mata air.
Rambut pirang sepinggang dan mata berwarna biru, serta dada besarnya yang terkekang. Dia memiliki pesona seorang yang sudah dewasa tapi aku merasakannya seperti seorang gadis. Ini tampak seperti seorang wanita yang keras kepala di akhir masa remajanya. Dia mempunyai postur tubuh bagus tetapi dia mungkin memang seorang gadis muda, kupikir begitu.
Namun, pakaiannya tak biasa. Rok merah dengan mantel putih yang hanya pernah aku lihat dalam game dan manga (bahkan dewa bermain game di waktu senggang mereka).
Mengenakan pelindung dada berwarna perak dan sebuah raiper di pinggangnya, dia terlihat seperti seorang kesatria wanita dalam dunia fantasy.
Wanita yang diikat di batu besar dengan ban leher sedang duduk kelelahan dengan kepalanya menggantung ke bawah. Rambut pirangnya yang terurai di pipinya yang putih benar-benar membuat sosoknya terlihat sangat cantik.
—Yah, ini tak ada hubungannya denganku.
Ini adalah dunia yang tak dikenal. Harusnya ada Dewa di dunia ini. Akan menyusahkan jika aku ikut campur. Masalahnya bukan dengan gadis itu, tapi jika aku menyinggung para dewa di dunia ini.
Dan juga melihat kondisi gadis itu saat ini tampak seperti semacam ritual persembahan bagaimanapun kau melihatnya. Melihat lebih dekat, ada semacam botol minuman keras dan buah-buahan di sekitar gadis itu.
Aku tidak punya alasan untuh mengambil persembahan yang diperuntukkan bagi para Dewa dunia ini. Aku tak bisa mengeluh, bahkan jika di terbunuh.
…Selain itu, aku sudah lelah menolong orang lain. Untuk saat ini aku hanya ingin menghabiskan hari-hariku berdiam diri di Takamagahara.
Aku melintasi ruang terbuka sementara Geta-ku bergema. Dan kemudian aku melangkah dan berdiri di pinggiran mata air, membuka lipatan Wafuku yang kukenakan dan mengambil sebuah labu air, lalu aku mulai berjongkok dan mengambil air.
Sosok wajah dengan mata dan rambut berwarna hitam terpantul dari cerminan di mata air. Kelihatannya itu cukup tampan.
Lalu.
Ksatria wanita itu tiba–tiba mengangkat kepalanya. Rambut pirang yang indah terangkat dan memperlihatkan wajahnya yang cantik,
“K-Kau! Apakah kau seorang petualang?! Selamatkan aku! Sekarang!”
Aku mengerutkan dahiku.
—Apakah itu sikap ketika kau bertanya pada Seorang Dewa…—Eh?
“Tunggu sebentar! Kau bisa melihatku!?”
“Apa maksudmu! Tentu saja aku bisa melihatmu! Tak ada waktu lagi! Cepat selamatkan aku!”
Ksatria wanita itu mengegliat dan memohon dengan putus asa. Ban lehernya mulai berdering dan dia tampak sangat panik mengetahuinya, menyebabkan cara bicaranya tercampur antara berbicara dengan nada sopan dan sombong.
Aku berpikir sejenak.
Dunia ini mungkin saja diciptakan oleh dewa yang bisa dilihat oleh manusia. Tampaknya para dewa di dunia ini menyukai menjadi pusat perhatian.
Jika aku menerima persembahan untuk para dewa atau semacamnya—
Aku sudah memutuskan apa yang harus aku lakukan.
“Aku  tak bisa melakukannya.”
“K-Kenapa-!”
“Di dunia manapun itu, pasti ada alasan seseorang diikat, entah mereka melakukan sesuatu yang buruk atau sesuatu yang baik. Aku tak bisa membebaskanmu tanpa mengetahui hal itu.”
“—U!”
Ksatria wanita itu menggigit bibirnya dengan frustasi. Wajah anggunnya mulai pucat dan tampak dia akan menangis di hadapanku. Tubuhnya yang ramping mulai gemetaran. Aku sedikit bersimpati padanya.
Bagaimanapun juga, aku bisa melihat tegkuknya yang putih ketika dia melihat ke bawah.
Sexy.
Aku tak sengaja mengungkapkannya dengan nada bercanda.
“Apakah kau mencuri dari pertanian atau sesuatu semacamnya? Kau terlihat cukup rakus.”
“Aku tidak melakukan hal seperti itu! —Aku, aku…”
 Ksatria wanita itu tersendat. Menilai dari cara dia berbicara, tampaknya dia tak ingin mengungkapkannya. Namun, ksatria wanita itu mengangkat kepalanya dan dengan mata birunya menatap lurus ke arahku.
“…Aku tak melakukan kesalahan. Aku hanya terlahir sebagai Sinner/Orang Berdosa
“Seorang pendosa?”
“Ya, mereka dianggap sebagai sosok jahat sejak mereka dilahirkan. Sebagaian besar dunia ini telah jatuh ke tangan raja iblis, dan alasan mengapa pahlawan sejati yang seharusnya menyelamatkan dunia tak pernah terlahir adalah karena dosa para Sinner—atau begitulah yang katanya.”
“Hmmm.  
Aku memiringkan kepalaku.
Wanita ini tampaknya berkemauan keras dan tak terlihat seperti orang jahat. Atau lebih tepatnya, dia telihat seperti tipe orang suci.
Aku menyipitkan mataku dan dengan hati-hati mengintip ke dalam wanita itu.
Mata yang melihat semua. —«Truth Sight»
Status ksatria wanita itu muncul di depanku.
Status
Nama   : Celica Rem Edelstein
Gender : Perempuan
Usia      : 17 Tahun
Ras        : Manusia
Job        : Sinner (=====)
Class     : Knight Lv5==== Lv7
Elemen : Light
Parameter
Strength : 10 (1) Growth Limit 25
Agility : 17 (3) Growth Limit 30
Magic : 19 (4) Growth Limit 75
Wisdom : 12 (2) Growth Limit 50
Luck     : 02 (0) Growth Limit 03
Vitality : 135
Willpower : 155
Attack                : 107 (37+70)
Defense : 89 (44+40+5)
Magic Attack : 165 (50+50+50+15)
Magic Defense : 158 (43+50+50+15)
Equipment
Weapon : Mithril Rapier (Attack+70 Magic+50)
Protector : Mithril Half Plate (Defense+40 Magic+50), Grace Dress (Defense+5 Magic+15)
Accessories : Ring of Sucession Pendant of Memories
-----------------------------------
Aku mengabaikan bagian daftar skill karena itu tak benar-benar diperlukan.
Kalau kalian bertanya, kenapa status orang lain ditampilkan seperti dalam sebuah game?
Kenapa? —karena aku seorang dewa.
Itu memang terlihat sedikit berbeda di masa lalu, tapi setelah memainkan berbagai game, jenis seperti ini lebih mudah dimengerti!
Setelah melihat itu, aku mengubah Truth Sight.
Yah, baiklah. Mengesampingkan sisi kemampuannya yang membutuhkan usaha di beberapa bagian. (Misalnya (1) disamping parameter Strength akan meningkat ketika level up. Itu hanya meningkat sebesar 1 setiap ia level up dengan batas pertumbuhan 25, jelas dia lebih cocok menjadi seorang penyihir)
Untuk sekarang aku memperhatikan elemen yang dimilikinya.
Elemen cahaya.
Aku melipat kedua tanganku sembari bergumam tak dapat memahaminya.
“Di mana kejahatan yang kau dapatkan sejak lahir? Bukankah kau punya elemen cahaya yang langka.”
Aku tak tahu bagaimana itu, tetapi di Jepang, itu adalah keberadaan yang langka di antara ribuan hingga ratusan ribu orang.
Pernahkah kau mengalami hal seperti ini.
Ketika pertengkaran pecah saat rapat tetangga, saat bibi tetangga yang ceria datang, suasana di ruang pertemuan tiba-tiba menjadi cerah dan pertengkaran mulai mereda.
Saat kau kesal karena hal yang sangat tidak menyengkan di sekolah, tetapi kemudian kau disembuhkan hanya karena melihat orang tertentu untuk beberapa alasan.
Kau mungkin tak pernah mengalaminya karena mereka sangat jarang, tapi mereka adalah orang-orang yang dapat membuat lingkungan ceria hanya dengan berada disana. Seseorang yang mempunyai elemen cahaya.
Dan wanita ini juga memiliki elemen cahaya. Meskipun itu bukannya tidak mungkin, aku tak habis pikir bahwa dia bisa menjadi pendosa yang membahayakan dunia.
Ksatria itu menggelengkan kepalanya yang menggantung. Rambut pirangnya berayun dengan lemah.
“Mustahil… Bagiku menjadi Cahaya, itu tidak mungkin… aku selalu sial sejak aku dilahirkan.”
“Ah ya. Kau memang tak beruntung.”
Setelah semua yang dilakukannya keberuntungannya hanya 2, aku tak enak untuk  mengungkapkannya.
Setelah itu, Ksatria wanita itu menghela nafas panjang. Itu adalah desahan keputus asaan seperti ia telah kehilangan semua harapannya.
“Jadi itu benar-benar salahku karena terlahir sebagai pendosa. —Petualang. Maukah kau mendengar permintaanku.”
“Setidaknya aku bisa mendengarkannya.”
Setiap dewa pasti mendengar permintaan. Namun, apakah itu dipenuhi atau tidak, itu sesuai dengan kehendak dewa.
Namun, permintaan ksatria wanita itu benar–benar tidak terduga.
“Tolong—bunuh aku.”
“Ah!”
Aku kehilangan kata-kata mendengar permintannya yang tiba-tiba itu.

« Sebelumnya | List Chapter | Selanjutnya »

1 komentar: