Chapter 09 – Tak Terlalu Kesulitan
Menangani Teroris
(Kamiya
POV)
Setelah menerima permintaan pak tua,
aku bergegas menuju ruang kelas, bermaksud menyelamatkan para siswa yang
dijadikan sandera di sana. Sesampainya di kelas, aku melihat salah seorang
teroris masuk dan sepertinya dia akan memeriksa keadaan di dalam.
“Yo, bagaimana keadaan disini?”
“Tak ada masalah sejauh ini. Apa yang
kau lakukan disini?”
“Aku hanya memeriksa sekitar.”
“Tepat sekali kau datang. Gantikan aku
berjaga disini. Aku ingin pergi ke kamar kecil.”
“Kau… Sekarang kita berada dalam
situasi yang rumit, dan kau ingin buang air kecil?”
“Kau ingin aku kencing di celana?
Biarkan aku pergi.”
“Baiklah. Cepatlah kembali.”
“Terima kasih.”
Meninggalkan perkataan sebelumnya, pria
bertubuh kekar tertawa dan meninggalkan kelas. Tepat saat dia melangkah keluar,
senyum samar tampak terlihat diwajahnya sewaktu dia berbalik… melihat kelas
yang baru saja dia tinggalkan.
“Hehe, siapa juga mau kembali ke tempat
membosankan itu. Kalian tetaplah di sana dan jaga mereka sampai kalian mati.”
Membisikan itu pada dirinya sendiri,
pria itu menuju arah yang berlawanan dari arah ke kamar kecil.
“Sekarang
aku berhasil keluar, kemana aku harus pergi? Menggunakan senjata api hanya akan
menarik perhatian, dan juga tak ada gadis disekitar sini. Jadi apa yang bisa
aku lakukan untuk bersenang-senang.”
Pria itu terus berjalan sembari
merenungkan apa yang harus dia lakukan sampai tiba-tiba, dia tiba di depan
tangga dan berhenti di depannya. Dia berdiri di sana dan tanpa sadar menatap
sampai tak lama kemudian, dia mendapatkan sebuah ide dan mengatakan sesuatu
pada dirinya.
“Ayo pergi ke atap dan awasi para
polisi.”
Pria itu menaiki tangga dan menuju ke
atap.
ーーーーーーーーーーーーーーーーー
(POV
Orang Ketiga)
Setelah orang yang mengatakan dia ingin
ke toilet itu meninggalkan ruang kelas, para teroris lainnya yang tertinggal
mulai saling berbisik.
“Ya ampun, sungguh pria yang
merepotkan.”
“Ya, cobalah menbuatnya tetap berada
dalam pengawasanmu. Orang itu agak keluar jalur.”
“Bukan hanya sedikit. Orang itu… dalam
serangan terakhir kita, dia pernah menembak mati salah satu teman kita.”
“Benarkah? Apa bos tahu tentang itu?”
“Jika bos tahu, orang itu pasti tak akan ada di dunia ini
sekarang.”
Bebrapa saat berlalu semenjak pria itu
meninggalkan kelas, membuat orang yang menggantikannya mulai merasakan
keraguan.
“Hei, bukankah dia pergi terlalu lama?”
“Tak tahu, mungkin semua itu cuma omong
kosong?”
“Jangan tanya aku… mungkin dia sedang
menyelinap keluar?”
“Mustahil… tunggu, itu mungkin saja.”
“Aku akan pergi memeriksanya.”
Salah satu pria meninggalkan kelas,
meninggalkan yang lainnya untuk berjaga di sana.
DON!
“AHHH!!”
Begitu teroris yang pergi keluar dari
kelas, suara erangan bergema di lorong dan mencapai kelas. Teroris yang berjaga
tersentak.
“Hei, ada apa? Apa terjadi sesuatu?”
Salah
seorang teroris berteriak dari dalam kelas.
Tak
ada jawaban. Dia berniat keluar untuk memastikan situasi itu, bagaimanapun
juga, dia tak bisa melakukannya.
Jika
dia melakukannya, para sandera dikelas akan melarikan diri.
Saat dia bertanya-tanya apa yang
terjadi, dia melihat sesuatu yang aneh di sisi para sandera.
“A-Apa yang terjadi…?”
Entah karena alasan apa, mereka semua
tertidur. Teroris itu tak bisa menahan keterkejutannya melihat adegan ini.
Beberapa detik yang lalu, sebagaian
dari mereka duduk dengan ekspresi muram. Tiba-tiba mereka tertidur sekaligus tepat
ketika aku memalingkan muka… itu sangat tak masuk akal.
Ragu akan keadaannya, Teroris itu mendekati para sandera dan
menyadari kalau mereka benar-benar tidur nyenyak. Apa yang sedang terjadi?
Bagaimana mereka bisa tidur dalam waktu seperti ini? Belum lagi, semuanya
sekaligus? Teroris itu jatuh ke dalam pemikiran yang dalam untuk sementara
waktu sampai dia mencapai kesimpulan yang masuk akal.
“Apa mereka benar-benar tertidur?”
“Benar.”
“GUA!!”
Detik berikutnya, dia mendengar suara
dari suatu tempat, bersamaan dengan kekuatan yang kuat menghantam tengkuk lehernya.
A-Apa ini…
Ketika kesadarannya mulai memudar,
teroris itu berbalik dan melihat sosok seorang siswa berseragam di belakangnya.
“Kau…. Sia… pa…kau…?”
“Hanya seorang siswa SMA biasa.”
“I-Itu tak mungkin…”
Teroris itu pingsan sebelum dia sempat
mengatakan kalimat itu.
ーーーーーーーーーーーーーーー
(Kamiya
POV)
“Ini yang terakhir.”
Kataku semabri melihat teroris yang
roboh. Astaga, entah bagaimana aku berhasil melakukannya. Awalnya aku sempat
kesulitan membuat rencana, tapi ketika salah satu dari mereka pergi, aku
memukul perutnya, jadi semuanya baik-baik saja.
Teroris
lainnya terlihat bingung karena para sandera sedang tertidur, jadi mudah
bagiku memukulnya tepat di leher. Tapi tetap saja aku tak berharap kalau
pukulan leher akan berhasil, karena sebelumnya aku belum pernah mencobanya. Ku
pikir gerakan seperti itu hanya ada dalam manga. Mulai sekarang, aku akan
menggunakan teknik ini untuk menggalahkan musuh.
Kalau dipikir-pikir lagi, pak tua itu
memintaku untuk melakukannya secara normal. Yah, kurasa itu akan berakhir baik nantinya.
Sebaliknya ia harus berterima kasih
kepadaku karena membantunya menangkap para teroris. Setelah menyelesaikan
pekerjaanku disini, aku memutuskan untuk kembali ke Kamaishi di atap.
Namun tiba-tiba radio di sabuk pria yang roboh di lantai terus menyala.
“Hei, ini aku. Bagaimana keadaan
disana.”
Tubuhku menegang , dan aku melihat ke
radio yang menyala itu.
Tunggu, tunggu, tunggu, apa yang harus
kulakukan? Haruskah aku menjawabnya? Tidak, aku akan langsung ketahuan jika aku
melakukannya. Namun, tidak menjawab juga akan menimbulkan kecurigaan.
Sewaktu aku merenungkan apakah aku
harus menjawabnya atau tidak, suara itu mulai memanggil lagi dengan sedikit
memaksa.
“Apa ini? Apa yang kau lakukan? cepat
jawab sekarang!”
Sial, aku tak punya pilihan lagi. Aku
menenangkan diri dan menjawab.
“Maaf membuatmu menunggu, tak ada
masalah disini. Aku akan melakukan pemerikasaan.”
“……”
Bagaimana itu? Aku sedikit menurunkan
nada suaraku agar terlihat mirip dengan pria yang pingsan di lantai. Ini sebaiknya
dilakukan, ‘kan?
“Siapa kau?! Kau bukan salah satu rekan
kami! Apa yang terjadi pada mereka?”
E-Erm, ini tak berhasil. Seharusnya aku
memperkirakan hasil seperti ini. Itu wajar saja.
“Hei semuanya. Kalian semua, menuju ke
kelas para sandera sekarang! Musuh ada disana!”
Seketika suara itu menyelesaikan
perkataannya, sambungan radio itu terputus. Lalu aku melemparkan radio itu ke
lantai, memejamkan mata dan mulai memikirkan apa yang harus dilakukan.
Ini semua akan berakhir, ’kan? Semua
teroris kemari, ‘kan? Bencana apa itu! Aku mulai panik saat mendengar suara
orang menuruni tangga dari kejauhan.
Aduh. Mau gimana lagi. ini akan segera
berakhir.
“Mari ingat untuk menambahkan ramen
babi panggang ke daftar nanti.”
Menginggat hal itu, aku mulai bersiap-siap
menyambut para teroris itu.
« Sebelumnya | List Chapter |
Selanjutnya »
Sa gitu lho
BalasHapus