Web Suka-Suka Translate Light Novel dan Web Novel

Sabtu, 16 Juni 2018

My Entire Class Was Summoned to Another World Except for Me Chapter 06 - Bahasa Indonesia


Chapter 06 – Flag Raised

Waktu pagi di hari ketiga sejak sekolahku dimulai.
Aku sedang makan sepotong roti panggang dan meminum secangkir kopi untuk sarapan sembari menonton acara TV yang berada tepat dihadapanku.
“Pagi ini, kami mendapatkan informasi bahwa Organisasi Teroris Internasional telah berhasil menyusup dan bersembunyi di Jepang
Reporter berita itu menyiarkankan tentang sebuah organisasi teroris yang berhasil menyusup dan bersembunyi di negara ini. Sembari mencoba melawan rasa kantukku, aku berusaha  sebaik mungkin untuk tidak tertidur.
“Berita yang menggelisahkan…. Hati – hati, Yato.”
Ibuku mengkhawatirkanku; ekspresinya dipenuhi kegelisahan.
“Hmm…”
Refleks aku menguap, sebenarnya aku tak mendengarkan pernyataan ibuku. Pada dasarnya aku masih belum sepenuhnya bangun, oleh karena itu, aku memutuskan fokus meminum kopiku. Hanya karena organisasi teroris bersembunyi di Jepang, itu bukan berarti kalau mereka akan muncul di hadapanku. Aku tak perlu memikirkan alasan mengkhawatirkannya.
“Kalau begitu, aku berangkat.”
“Aku juga.”
“Kalian berdua, hati – hati!”
Selesai berpamitan dengan ibu kami, Karen dan aku berjalan menuju jalan sekolah kami masing – masing. Dengan secangkir kopi dan sinar matahari yang menyilaukan telah berhasil mengusir rasa kantukku, dan aku akhirnya bisa berpikir dengan benar. Saat itulah aku mulai memikirkan tentang organisasi teroris itu.
Jika aku adalah seorang protagonis sebuah light novel, aku yakin kalau sekolahku akan jadi target mereka, tapi semenjak ini adalah kenyataan, hal seperti itu tak akan terjadi. Tak mungkin ada kejadian tak wajar seperti itu. Dari ribuan sekolah yang tak terhitung jumlahnya, kecil kemungkinan bagi sekolah kami dipilih.
 “Aku akan ke arah sini.”
Ucapan Karen, membawa pikiranku kembali ke kenyataan.
“Hm? Ah, aku mengerti. Sampai jumpa.”
Sejauh yang ku pikirkan, tak ada gunanya memikirkannya terlalu banyak.
Sejauh yang ku pikirkan, tak ada gunanya memikirkannya terlalu banyak.
Dan dengan hal itu ada didalam pikiranku, aku bergegas menuju ke sekolahku.
ーーーーーーーーーーーーー
Aku mememasuki kelasku dan mendapati separuh dari siswa dikelasku tengah bergosip. Semua orang sudah membuat dan bergabung dalam kelompok, jadi tak ada seorangpun diantara mereka yang berbicara padaku.
“Ah, Kamiya-kun, selamat pagi.”
“Selamat pagi, Kamaishi-san.”
Tepat ketika aku mengambil tempat dudukku, Kamaishi yang duduk didepanku membalikkan badannya dan menyapaku. Dia merupakan satu – satunya di kelas ini yang mau berbicara padaku. Aku bertanya – tanya, apakah dia sudah berteman dengan yang lainnya.
 “Kamiya-kun, apa hari ini kau mendengar berita?”
“Ya, tentang organisasi teroris itu, ‘kan?
“Mhm. Mereka sudah berada di Jepang. Aku ingin tahu dimana mereka bersembunyi.”
“Siapa tau? Mungkin saja mereka berada didekatmu, tanpa kau  sadari.”
“Eh? B-Berhenti mengatakan hal – hal yang menakutkan seperti itu!”
Aku terkekeh melihat kamaishi melompat seperti itu, dan menambahkannya… sepertinya wajahnya menunjukkan ekspresi malu.
“Um, hei, Yato, jika kau tak keberatan, bisakah kita makan siang bersama hari ini?
“Hm? Makan siang…. Tentu saja.”
“Ya, tentu, kau tak akan…? Tunggu. Ya!?
Kamaisi melompat keluar dari kursinya dan berlari kearahku. Dia menatap mataku, dan aku bisa merasakan nafasnya melalui kulitku. Dia terlalu dekat. 
“Y-Ya, tentu saja.”
“Aku lega, aku membuat terlalu banyak makanan untuk aku makan sendirian, jadi aku sedikit khawatir kalau kau akan menolaknya.”
Jadi itulah alasan kenapa dia mengajakku. Aku bersyukur punya kesempatan untuk mengambil kotak makan siangnya, namun pada saat yang sama, sebuah pertanyan muncul dibenakku.
“Kamaishi, apa kau sudah mendapatkan teman?”
“Eh?”
“Tidak, aku berpikir kau memiliki beberapa teman, akan lebih baik jika kau mengajak mereka daripada mengajaku, ‘kan?”
“Hee…a… i-itu karena… um~ aku… aku masih belum mendapatkan teman…”
“Itu, sangat disayangkan.”
Kurasa aku baru saja menginjak ranjau saat aku menayakan hal itu kepadanya. Saat ketika dia menjawabnya, tiba – tiba suaranya berangsur – angsur menipis  sembari menujukkan ekspresi muram. Aku merasa bersalah menanyakan hal itu. Tapi bukankah dia seharusnya berusaha untuk mendapatkan seorang teman, meskipun sebenarnya itu bukan urusanku menanyakannya, lalu bel pun berbunyi.
Sudah waktunya memulai pelajaran, dan kami akhirnya mengakhiri momen cangung ini. Seperti biasa, aku tidur sepanjang waktu. Ada beberapa momen dimana sensei membangunkanku, tapi aku lansung membuatnya terdiam hanya dengan satu atau dua jawaban yang sempurna. Lalu siang pun datang.
Ketika lonceng keempat berdentang, aku terbangun, menguap dengan keras.
“Aku terkesan kalau kau bisa tidur setiap saat. Apa kau tak tidur saat malam?”
Tampaknya semua orang sudah terbiasa dengan prilaku yang kumiliki, dan juga Kamaishi tak memarahiku lagi karena kebiasaan tidurku.
“Tentu saja aku tidur saat malam, meskipun itu belum cukup.”
“Aku juga heran, kenapa tubuhmu perlu banyak tidur.”
“Sejujurnya, aku tak tahu. Aku masih merasa mengantuk, tak peduli seberapa lama aku tidur, kira-kira kenapa ya? ...Bagaimanapun juga, ayo cepat pergi; kita tak punya banyak waktu.”
“B-Baik. Tunggu aku.”
Kamaishi terburu – buru mengikutiku ke atap, tentu saja, itu untuk menikmati makan siang bersama.
ーーーーーーーーーーーーーー
Sesampainya di atap kami langsung duduk di bangku yang kami gunakan kemarin. Lalu Kamaishi mengeluarkan salah satu dari dua kotak makan siang yang dibawanya.
“Ini, Kamiya-kun.”
“Terima kasih, Kamaishi-san.”
Tanpa basa – basi lagi aku langsung membuka kotak makan siangnya, dan mendapati makanan rumah yang keliatannya enak. Hidangan utamanya kroket dan tamagoyaki, dan di sampingnya ada soisis, ceri, tomat, dan salad kentang. Semuanya sangat cocok untuk membangkitkan selera makan. Selain itu nasinya tak dibuat dengan cara sederhana, tetapi dimasak dengan yang lainnya. Benar – benar membangkitkan selera makanku.
“Kelihatannya enak.”
“Hehe.. tadi aku terlalu bersemangat membuatnya, jadinya aku berakhir membuat kebanyakan.”
“Terlalu bersemangat? Apa terjadi sesuatu yang baik?
“Eh? Unn, tak usah khawatir. Ayolah sekarang, makanlah sebelum terlambat.”
“Kalau begitu, mari kita mencobanya.”
Aku berterima kasih padanya sembari mengambil sepasang sumpit, lalu kemudian aku mengambil nasi dengan jumlah yang pas dan mulai memakannya.
“Bagaimana rasanya?”
“Mhm mhm… hm, seperti yang diharapkan, ini enak.”
“Benarkan!? Syukurlah.”
Kamaishi menghela nafas, memegangi dadanya sedikit, dan menujukkan ekspresi lega. Itu benar - benar bagus. 
Melihat seleraku dan pengalamanku mencicipi masakan ibuku selama bertahun – tahun, tak terlalu sulit bagiku untuk menjamin rasanya. Seharusnya dia tak perlu gelisah dalam hal ini. Pada akhirnya aku menghabiskan kotak makan siang Kamaishi.
“Makasih untuk makanannya, Kamaishi. Ini benar-benar enak.”
“Fufu, senang mendengarnya.”
Aku menghargai masakannya, sambil menjilati bibirku. Saat aku mengembalikan kotak kosong itu, kamishi terlihat senang. Baiklah sekarang…ayo kita liat yang berikutnya. Kali ini, aku mengeluarkan kotak makan siangku.
“Tunggu… apakah kau masih mau makan lagi?”
“Ya, aku tak bisa membiarkannya tak tersentuh.”
Sebenarnya aku sudah kenyang, tapi aku tak bisa membiarkan yang satu ini utuh. Ibuku lumayan ketat dalam hal makanan. Apa yang akan dipikirkannya jika tahu aku tak memakannya? Dia adalah seorang peneliti masakan. Itu berarti masakannya ahli dan lezat, namun, bagaimanapun juga, dia merupkan tipe yang sangat keras jika mengenai menyisakan sesuatu dipiringmu.
Ibuku tak terlalu suka marah, tapi begitu dia melakukannya, itu adalah hal yang benar – benar menakutkan. Aku masih ingat ketika diriku pernah menyisakan beberapa makanan di piringku. Ya… pada akhirnya aku mengalami pengalaman buruk. Itu sebabnya aku tak boleh membiarkan kotak makan siang ini begitu saja. Lain kali, tak akan ada hari esok untukku.
“Apakah aku melakuakan sesuatu yang tak perlu?”
“Tidak, jangan khawatir tentang ini. Sejak awal itu memang pilihanku sendiri.”
Dengan kata terakhir itu, aku mulai makan sekali lagi. Ini sangat enak. Bagaimanapun juga, tak peduli seberapa lezatnya ini, itu tak mengubah fakta kalau aku sudah kenyang. Perutku tak kuat lagi menerima lebih banyak lagi mengakibatkan tangan yang memegang sumpitku berhenti.
 “Apa tak masalah jika aku memakannya bersamamu?”
Kamaishi menawariku bantuan.
“Apa kau tak masalah dengan itu?”
“Ya, ini salahku, selain itu aku ingin mencoba lagi masakan ibumu.”
Sejujurnya, aku menghargai tawarannya itu. Aku rasa mustahil untukku menghabiskan semuanya sendirian.
“Baiklah, kalau begitu tolong.”
“Ya, serahkan padaku.”
“Ini, ambilah sedikit.”
Aku mengambil salah satu lauk menggunakan sumpitku dan mengarahkannya ke mulut Kamaishi.
“Eh? B-Bukankah ini…”
Mungkin karena dia mengerti sesuatu, Kamaishi menghentikan gerakannya dan mengalihkan pandangannya antara aku dan sumpit secara bergantian. Ekspresi malu tampak terlihat diwajahnya.
Jangan bilang padaku, kalau dia sudah menyadari kalau itu akan jadi sebuah ciuman tidak langsung? Meskipun dia tak menyadari apapun kemarin, tapi kenapa harus sekarang? Sungguh merepotkan; kurasa aku akan sedikit memaksanya untuk memakannya.
“Apa ada yang salah? Ayolah, cepat.”
“Eh, Aa, ya.”
Kamaishi membulatkan tekad dan membuka mulutnya meskipun wajahnya memerah. Baiklah, mari kita lanjutkan cara ini.
“Ini. Sekali lagi.”
“Y-Ya.”
Kamaishi, dengan wajah memerahnya, bertingkah olah – olah tak menyadari kenyataan itu ketika dia kembali memakan bekal makan siangku.
Entah bagaimana aku berhasil memakan beberapa, hingga kami bisa menghabiskan semuanya. Sewaktu aku makan tadi, Kamaishi terlihat ingin mengatakan sesuatu, tetapi tetap terdiam  ketika wajahnya semakin memerah. Tentu saja, aku berpura – pura tak melihatnya.
Saat aku mengambil nafas panjang setelah selesai makan siang, Kamaishi yang duduk disebelahku merasa sangat gugup.
“Uuu, siapa sangka kita akan melakukannya lagi hari ini…”
“Yah, kupikir itu sangat memalukan melakukan sesuatu yang seperti itu.”
“Tentu saja itu… tunggu, Kamiya-kun, kau tahu tentang itu?”
“Yah, maksudku…”
Sebenarnya, tak mungkin bagiku tak mengerti tentang hal yang jelas terlihat seperti itu.
“Karena kau tak menyadarinya kemarin, aku pikir itu akan baik – baik saja untuk melakukannya lagi hari ini, tapi rupanya, perkiraanku salah.”
“Siapapun akan menyadari itu hal biasa!”
“Kemarin kau tidak.”
“I-Itu karena… uuu, kau menggodaku.”
Kamaishi hampir meneteskan air mata karena malu. Dia tampak lucu sekali, namun, aku tak ingin mengacaukan suasana dengan mengatakannya. Saat itulah aku berpaling darinya, dan mataku menangkap sesuatu. Berputar, aku melihat beberapa mobil hitam masuk dari pintu masuk sekolah.
“Apa itu?
“Apa ada yang salah?
Mendengar gumamanku, Kamaishi mengikuti pandanganku berbalik dan melihat kearah yang sama. Sebuah kelompok bersenjata mengenakan topeng  keluar dari dalam mobil dan bergegas masuk ke gedung sekolah. Gerakan mereka cepat dan tangkas menyerupai tentara yang terlatih.
Tunggu, tunggu, jangan bilang…
PAAM!!
KYAAH!!
Tepat ketika aku punya firasat buruk tentang keadan saat ini, aku mendengar suara tembakan dan jeritan yang datang dari bawah. setelah suara tembakan, aku mendengar sesuatu yang mirip dengan suara seorang yang marah. Aku teringat berita pagi ini.
Kau pasti bercanda…. Teroris?
Memahami situasinya, aku menyesali pikiran yang kumiliki saat menujuke ke sekolah. Serius kata – kataku sekarang menjadi kenyataan!


1 komentar: