Web Suka-Suka Translate Light Novel dan Web Novel

Sabtu, 16 Juni 2018

My Entire Class Was Summoned to Another World Except for Me Chapter 07 - Bahasa Indonesia


Chapter 07 – Serangan Teroris

“Eh, apa itu tadi?
Kamaishi tampaknya terkejut oleh perubahan situasi mendadak yang baru saja terjadi. Bagaimana mungkin hal ini bisa terjadi? Apa semua ini kerena perhitungan kemungkinan dan semua yang ku lakukan pagi ini? Seharusnya kemungkinan hal itu bisa terjadi kurang dari satu persen. Aku jadi lebih marah karena terlalu keras memikirkan situasi saat ini.
“Hei, Kamiya-kun. Apa itu tadi…?”
“Sebuah tembakan.”
“Eeh!? Tembakan?... Kenapa…?”
“Mereka mungkin organisasi teroris yang di beritakan tadi pagi.”
“T-Teroris?!”
Seru Kamaishi yang tercengang setelah mendengar perkataanku.
“K-Kenapa mereka disini…?”
“Siapa tahu, tapi yang pasti kita sangat tak beruntung.”
“Apakah begitu…”
Sejujurnya, kami sangat tidak beruntung. Kalau diingat – ingat lagi, aku tak punya skill yang bisa menyeretku kedalam situasi seperti ini… ‘kan?
Jika itu memang masalahnya, aku lebih baik menyingkirkan mereka semua, dan dengan begitu aku bisa dengan nyenyak.
“A-Apa yang harus kita lakuakan, Kamiya-kun?”
“Untuk sekarang, tetap disini akan menjadi pilihan terbaik. Untungnya, aku rasa mereka tak akan naik ke atap.”
Dengan ucapan seperti itu, aku menempatkankan punggungku di bangku  dan menutup mataku.
“Hei, Kamiya-kun, apa yang kau lakukan?”
“Tak ada yang bisa dilakukan sekarang, jadi aku akan berbaring disini dan menutup mataku.”
“Apa kau mau tidur siang?!”
Kamaishi menatapku, mulutnya terbuka lebar.
Namun dia tidak memikirkannya secara logis, apa yang seharusnya mereka lakukan?
Mengingat posisi dan kemampuan mereka saat ini, tak ada yang bisa mereka lakukan. Yang tersisa hanyalah tidur sebentar.
Tidak, tunggu, sebelum itu aku perlu mendapatkan skill itu. Memikirkan hal itu, aku memusatkan kesadaranku di sekitarku selama beberapa detik untuk mendapatkankan gambaran yang jelas di dalam pikiranku.
“Skill Presence Detection telah didapatkan.”  (T/N : Presence Detection, skill untuk mendeteksi kehadiran seseorang.)
Persiapan awal selesai. Dengan ini, aku bisa tidur tanpa takut resikonya. Aku mengaktifkan skill baruku dan bersiap untuk tidur.
“Tidak, tunggu! Jangan tidur! Jangan lakukan itu! Jangan tinggalkan aku sendirian!”
Saat aku hampir menutup mata, kamaishi menghentikanku, mengguncangku dengan kuat. Berisik sekali.
Semua akan baik-baik saja karena aku mendapatkan skill Presence Detection.
Yah, aku tak bisa mengatakan itu padanya sekarang, ‘kan?
Saat aku hendak mengatakan sesuatu, ketakutan dan jeritan sampai ke telingaku dari lapangan olahraga dibawah.
Aku berbalik, hanya melihat puluhan murid yang berlari penuh  kepanikan.
“Eh? Apa yang terjadi? Kenapa mereka…”
“Mungkin saja, teroris itu sedang mencoba mengurangi jumlah sandera. Jadi mereka membebaskan beberapa siswa yang tidak mereka butuhkan.”
“M-Maka kita juga harus pergi!”
Setelah menyelesaikan perkataannya, Kamaishi bergegas ke pintu atap, namun, aku memintanya untuk menunggu.
“Aku tak menyarankanmu untuk pergi sekarang.”
“Eh? Kenapa?”
“Coba pikirkan sebentar, apa yang akan terjadi padamu jika kau bertemu salah seorang teroris di jalan?”
Mereka mungkin membawanya ke gedung olahraga dan menyelesaikan beberapa hal khusus bersama.
“U-Ucapanmu benar juga.”
“Maka dari itu lebih baik aman menunggu disini daripada turun.”
“B-Benarkah…”
Kamaishi berujar saat dia  berjalan kembali mendekati bangku. Lalu, apa yang harus kulakukan sekarang?
Aku tak bisa tidur karena kamaishi bersamaku, dan menunggu seperti ini sangat membosankan, ketika aku mulai memikirkan apa yang harus dilakukan, aku ingat seseorang.
Kukira, aku harus menelponnya untuk saat ini. Aku mengeluarkan ponselku dan membuat sebuah panggilan.
“Kamiya-kun, siapa yang kau telpon?”
“Seorang kenalanku.”
Setelah mengatakan itu, seseorang menjawab telponku dengan suara yang menyeramkan.
“Halo?”
“Halo, pak tua. Kau tak ada kerjaan?”
“Apa,  kau kah itu… maaf tapi aku sibuk. Aku tak punya waktu untuk membantumu. Bukankah, seharusnya kau berada di sekolah sekarang.”
“Aku menelponmu karena itu. Sebenarnya, para teroris di berita pagi ini menyerang sekolahku.”
“Apa!!! Kau serius?!!!”
Laki-laki tua itu berteriak dengan suara bernada sangat tinggi. Sekarang telingaku sakit. Kamaishi yang tak mendengarnya secara langsung langsung bahkan sampai terkejut.
“Kau menyebalkan, pak tua!”
“Ah… aa, maaf tentang itu. Aku sedikit terkejut. Tapi itu, benar kan? Karena aku mengalami beberapa masalah tentang apa yang harus dilakukan tentang mereka. Semenjak kami mendapatkan informasi tentang organisasi teroris yang menyusup ke daerah ini, aku sekarang mengalami masa-masa sulit.”
“Benarkah. Dalam hal ini, kau akan datang ke sini, ‘kan?”
“Ya. Tunggu aku, aku akan segera kesana. Sekolahmu itu sekolah tinggi Kannami, jika aku benar. Aku akan menghubungimu lagi nanti.”
Begitulah, pria tua itu menutup telpon. Dengan hal itu dilakukan, kupikir itu membuatku lebih baik.
“Kamiya-kun, siapa orang itu?
“Kenalanku; seorang detektif.”
“Detektif!? Kau punya kenalan seorang detektif?”
“Banyak hal yang terjadi dimasa lalu.”
Seseorang yang baru saja ku ajak bicara di telpon adalah Ijida Tetsuji. Alias pria tua. Satu tahun yang lalu, dia menawariku bantuan besar pada saat kasus  menghilangnya seluruh murid di kelasku. Meskipun wajahnya tampak muram, dan suaranya serak, dia bukanlah seorang yang buruk.
“Sekarang karena kita sudah memanggil polisi, mari kita tetap disini dan mengamati situasinya.”
“B-Baik.”
Kamaishi setuju dengan saranku dan memutuskan untuk menunggu polisi bersamaku. Sementara itu aku ingin tahu tentang situasi di dalam sekolah, jadi aku menggunakan Space Magicuntuk memeriksanya.
Sama seperti namanya Space Magicadalah skill yang memungkinkanku memanipulasi ruang. Jika aku bisa mengendalikan ruang, maka menemukan apapun didalamya akan menjadi lebih mudah. Mengaktifkan Space Magic, sosok para siswa yang ketakutan dan sekelompok orang bersenjata tercermin di kepalaku.
ーーーーーーーーーーーーーーー
« Third Person Point of View »
Di dalam salah satu ruang kelas yang diserang oleh teroris, puluhan siswa didorong ke dinding oleh tiga orang bersenjata mengenakan semacam topeng hitam berbentuk tengkorak yang menutupi wajah mereka. 
Salah satu dari mereka berbadan besar, yang lainnya lumayan kurus, dan yang terakhir terbaring  pingsan di lantai.
“Aah. Aku bosan. Berapa lama lagi kita akan terus seperti ini.”
“Hentikan omelanmu. Kita harus tetap disini sampai kita mendapatkan kelikopter. Mereka sedang mencoba bernegosiasi sekarang. Jadi sampai saat itu tetaplah diam!”
“Tapi… menunggu seperti ini sangat membosankan. Mungkinkah kita harus bermain dengan anak – anak ini karena kita sudah melakukannya.”
Mengatakan itu, pria berbadan besar menatap kearah para siswa. Saat dia meliriknya, wajah pucat bisa terlihat di wajah para siswa yang ada disana.
“Jangan lakukan itu, Bos memerintahkan kita untuk tidak menyentuh para sandera, atau kau mau berakhir seperti teman kita disini?”
Orang yang terbaring pingsan dilantai sudah menembakkan senjatanya tanpa izin, melukai seorang siswa dipundaknya. Dia dihajar habis – habisan sampai kehilangan kesadarannya dan dibiarkan begitu saja terbaring di lantai.
“Uh… Aku tak akan melakukan sesuatu seperti itu, aku lebih tahu.”
“Baguslah kalau begitu.”
Tepat ketika pria kurus itu menyelesaikan kata-katanya, sirine terdengar sampai ke dalam kelas dari luar.
“Mereka disini.”
“Yeah.”
Saat kedua pria itu berguman, teroris lain masuk kekelas. Dia memanggil. Dia mengenakan  topeng tengkorak yang berbeda dan jelas terlihat lebih tinggi dari yang lainnya.
“Bos, polisi sudah tiba.”
“Aku bisa melihatnya. Besar Kemungkinan murid yang melarikan diri yang memanggil mereka. Kita akan tetap memulai tahap negosiasi sekarang.”
“Hei bos, jika kita selesai bernegosiasi, bisakah aku membunuh beberapa polisi? Aku tak tahan dengan kebosanan.”
“Sabar, jangan menyerang seorang petugas tanpa alasan yang jelas. Semua yang kita lakukan adalah untuk mendapatkankan sebuah helikopter.”
Ketua para teroris itu berbalik dan menatap ke luar jendela. Dan melihat seluruh tempat itu telah dikepung mobil patroli.
“Hm, ini menyenangkan, berapa lama lagi polisi Jepang bisa bertahan.”
Senyuman mencurigakan tersirat di wajahnya dan kemudian dia berbalik untuk berjalan kembali.
“Kalian tetap bersiap dan amati keadaan dari sini.”
Ya!”
“Serius, aku ingin berkeliling juga.”
Pria kurus itu dengan penuh semangat menjawab perintah ketua teroris itu, sementara pria bertubuh kekar itu menjawab dengan nada tak puas.
“Jangan khawatir setelah kita mendapatkan helikopter, kalian bisa menembakkan senjata kalian sebanyak yang kalian mau.”
Menuinggalkan kata-kata itu sebelumnya, ketua teroris itu pergi.

1 komentar: