Prolog: The Beginning of The End
Namanya adalah Putri Leticiel.
Dia lahir di era kekacauan, di mana banyak negara saling berperang, bersaing untuk menjadi penguasa seluruh benua.
Banyak negara yang hancur, dan negara-negara baru didirikan di tempat itu. Dan di daerah gurun merah yang diwarnai peperangan, di mana tidak ada tanaman yang bisa tumbuh, legendanya dimulai.
Itu adalah dunia yang kejam. Dunia di mana setiap orang, baik tua dan muda, mereka harus mengambil senjata dan berperang untuk bisa bertahan hidup.
Di zaman ini, tidak ada yang namanya perdamaian sejati. Namun, di sebuah kerajaan yang terletak jauh dari tanah tandus yang dilanda peperangan di benua tengah, sesuatu yang bisa disebut perdamaian itu ada.
Meskipun perselisihan dengan kerajaan tetangga tidak pernah berhenti, dan kerajaan sering kali harus berperang, situasinya tidak sampai membuat seluruh penduduknya untuk ikut berperang. Leticiel menjalani sedikit kehidupan yang damai, dikelilingi oleh keluarga yang menyayanginya. Dia juga dekat dengan sebagian rakyat yang di cintainya.
Di dunia di mana siapa pun yang menginginkan perdamaian akan ditertawakan, bahkan sebagian kecil dari kehidupan sehari-hari Leticiel masih dipenuhi sedikit kebahagiaan.
Namun, semua itu berakhir hari ini.
Kerajaan diserang oleh pasukan besar milik kerajaan tetangga. Warga dibantai, jalanan dan bangunan terbakar, dan banyak nyawa yang melayang.
Bagaimanapun melihatnya, sebuah pasukan kecil masih berusaha mati-matian untuk melawan, tapi hal itu bagaikan setetes air di hadapan pasukan besar musuh. Kerajaan diliputi kekacauan dan menjadi sesuatu yang lebih pantas disebut, neraka.
Bahkan kastil kerajaan, yang dulunya tidak dapat ditembus, sekarang berada di bawah kendali kerajaan tetangga karena upaya para penyusup.
Ruang tahta berlumuran darah. Bahkan di dinding terukir banyak goresan bekas pertarungan dan bagian-bagian tubuh berserakan dan menggantung di sana-sini. Siapa pun yang melihat adegan ini akan setuju bahwa telah terjadi pertarungan yang sangat mengerikan di tempat itu.
Kabut panas mengepul di udara melewati celah jendela, yang dikelilingi oleh asap hitam pekat yang menyelimuti langit yang mendung. Tidak butuh waktu lama bagi siapa pun untuk menyadari bahwa kastil telah dibakar.
Meskipun seorang lelaki bermandikan darah mendekatinya dengan sebuah pedang yang berlumuran darah di tangannya, Leticiel menatapnya dengan tatapan kosong, seolah-olah itu bukan urusannya.
Di sekitar kaki pria itu ada banyak sekali mayat terbaring di lantai. Sang Raja, Sang Ratu, serta kekasih yang dicintainya. Semua orang, semua orang telah terbunuh oleh serangan musuh.
Pada saat ini, satu-satunya bangsawan yang masih hidup di kerajaan ini adalah Leticiel. Fakta bahwa pria itu telah sampai di sini berarti ini adalah akhir dari kerajaan.
"Aku harus melawannya," pikirnya. Leticiel adalah seorang penyihir yang bisa dikatakan sebagai harta terbesar kerajaan.
Namun, dia tidak melakukannya. Tidak peduli seberapa kuat Leticiel, musuh akan melawannya dengan mengandalakan jumlah pasukan. Dan karena kekuatannya, seluruh keluarganya terbunuh.
Ibukota kerajaan telah jatuh, kastil kerajaan telah runtuh, seluruh kerajaan dipenuhi pasukan musuh. Dalam situasi tanpa harapan seperti itu, tidak ada gunanya melawan sendirian.
Leticiel sudah menyerah dalam segala hal.
Negaranya yang dicintainya, kerajaan yang pernah ia kenal telah menghilang. Ladang hijau yang dulunya subur telah berubah menjadi tanah tandus, pemandangan kota yang indah telah hancur dan tak bisa dikenali lagi.
Warga yang dulu sangat ia cintai kini telah berubah menjadi mayat tak bernyawa. Keluarga yang dicintainya dan orang yang dia membuat sumpah abadi dengannya telah pergi mendahuluinya.
Tidak ada satu hal pun yang tersisa yang Leticiel ingin lindungi di dunia ini.
Satu-satunya hal di jurang keputusasaan yang tak berdasar ini adalah nyala kebencian yang ingin menghancurkan segalanya, bahkan jika bayarannya adalah hidupnya.
Dalam hal itu, tidak ada alasan baginya untuk tetap berada di dunia busuk ini.
Leticiel dengan lembut tersenyum pada pria yang berdiri di depannya. Pria itu tertegun. Kemungkinan besar karena reaksi Leticel benar-benar di luar harapannya.
Dia kemudian mencengkeram bilah pedang yang ada di tangan pria itu, dan perlahan-lahan mengarahkannya ke arah dadanya sendiri. Daripada membiarkan orang lain membunuhnya, Leticiel lebih suka mengambil nyawanya sendiri.
Pria itu sepertinya mengatakan sesuatu. Dia membuat wajah panik sambil meneriakkan sesuatu. Dia mencoba menarik pedangnya dengan panik, tetapi gerakannya disegel oleh sihir Leticel.
Leticiel tidak ingin semua ini berakir sesuai dengan rencannya setelah dia membuat keputusan terakhirnya.
Dia yakin bahwa kerajaan tetangga ingin menangkapnya hidup-hidup. Menjadikannya penyihir besar kerajaan mereka, bahkan tak akan membiarkannya terbunuh untuk mendapatkan dirinya.
Karena itu, mereka tidak menyentuh Leticiel sampai akhir. Sebagai contoh, keluarganya dibunuh satu per satu dengan trik licik.
Beberapa pria berlari ke arahnya dari pintu masuk ruang tahta. Mereka sepertinya berusaha menghentikannya. Leticiel tertawa kecil.
Jika musuh yang menghancurkan bangsanya yang tercinta ingin menggunakannya, maka dia harus menjaga martabatnya sebagai putri sampai akhir. Dia tidak akan membiarkan segalanya berjalan sesuai rencana kerajaan tetangga.
Berkat panjangnya ruang tahta, meskipun para pria berlari ke arahnya, mereka tidak akan tepat waktu untuk menghentikannya.
Leticiel menundukkan kepalanya untuk melakukan doa kecil. Para pria di belakangnya tidak dapat melihat wajahnya. Satu-satunya orang yang berhasil menyaksikan ekspresi terakhir dari harta terbesar kerajaan adalah pria yang membeku di hadapannya. Dia mengatakan sesuatu lagi, namun, tidak ada yang bisa mencapai telinganya pada saat ini.
Leticiel tersenyum lembut, seolah ada beban yang terangkat dari bahunya.
Itu adalah senyum yang indah.
Itu adalah senyum yang mulia.
Itu adalah senyum yang melegakan.
Itu adalah senyum kebahagiaan.
Bilah pedang mengores telapak tangannya, tangan-tangan putih yang dulu halus itu sekarang menghujani tetesan merah. Tapi dia tidak merasakan sakit. Dia juga tidak merasa takut.
Meskipun dia akan segera mati, Leticiel merasa sangat senang. Bagaimanapun, ia akan bisa bersama kekasihnya, dan membalas dendam pada kerajaan tetangga pada saat yang sama.
Leticiel bertanya-tanya di mana dia akan berakhir, surga atau neraka. Dia perlahan menutup matanya, dan menusukkan pedang itu kearah dadanya.
Dengan suara logam yang tidak menyenangkan merobek daging, pedang berlumuran darah itu menembus jantung Leticiel. Tapi bagaimanapun juga tidak ada rasa sakit. Untuk beberapa alasan, pedang itu bahkan menusuk lebih dalam dari yang dia duga.
Seolah-olah pedang itu tahu akan menusuk tubuh ini. Dan hanya sesaat, Leticiel berdiri di depan pintu kematian.
Kekuatan perlahan menghilang dari tangannya yang berlumuran darah saat tubuh Leticiel mencondongkan tubuh ke depan. Rasa besi memenuhi mulutnya; lalu mengalir di pipinya, membuat noda di atas karpet.
Itulah akhirnya. Tidak ada rasa takut akan kematian di dalam hati Leticiel, itu hanya dipenuhi dengan kelegaan.
Pria yang memegang pedang bersama dengan orang-orang yang datang pastinya akan menghadapi hukuman mati. Mereka akan dipaksa untuk bertanggung jawab atas kematian Leticiel, dan kepala mereka pastinya akan dipenggal.
Itu adalah kerugian mereka. Leticiel telah bertindak atas kehendaknya sendiri. Tidak ada yang bisa dilakukan oleh para pria itu untuk menghentikannya.
Kekuatannya terus menghilang menjauh dari tubuhnya dan tumbuhnya semakin dingin. Dia kehilangan banyak darah; pandangannya menjadi kabur dan dia bahkan tidak bisa mengangkat satu jari pun.
Sambil menatap pemandangan orang-orang dari kerajaan tetangga mencoba yang terbaik untuk menghentikannya, kesadaran Leticiel dengan cepat memudar.
(…Aku berharap di kehidupanku berikutnya akan lebih menyenangkan…)
Terimakasih min dan tolong update lagi series ini
BalasHapusLanjut min
BalasHapus