Chapter 11 - Aku Tak Mengharapkan Dia
Memelukku
Apa
yang harus aku lakukan dalam situasi seperti ini?
Aku sedikit terkejut
karena tiba-tiba saja Kamaishi-san memelukku dengan erat sembari masih
meneteskan air matanya. Namun, untungnya dia tak melihatku menggunakan sihir
teleportasi dan skill menebas leher.
Meskipun begitu, aku
merasa situasi ini jauh lebih menyusahkan jika dibandingkan dengan membuka
rahasiaku.
Bagaimana
aku harus membalasnya?
Jujur, Aku lebih suka jika
orang lain tahu kemampuanku daripada melihat diriku dalam situasi seperti ini.
Untuk seorang sepertiku yang jarang berkomunikasi dengan orang lain, pastinya
berpikir itu akan menyusahkan dan akan kesulitan menanganinya.
Sekarang?
Haruskah aku melakukan sesuatu? Di situasi seperti ini, haruskah aku membalas
pelukannya juga? Memeluknya? Haruskah aku memeluknya!? Eee!! Baiklah akan aku
lakukan!
Aku membulatkan tekadku
dan dengan erat membalas pelukan Kamaishi. Akhirnya, Kamaishi tampak terlihat
lebih tenang dan diam-diam membenamkan wajahnya di dadaku. Sepertinya
keputusanku melakukannya adalah keputusan yang tepat.
Selanjutnya,
apa yang harus aku lakukan? Bicara padanya? Tidak, aku tidak bisa melakukan
sesuatu sesulit itu. Ini masih terlalu awal untuk menanyakannya. Mari kita
tunggu sebentar lagi.
Untuk beberapa saat aku
akhirnya menunggu Kamaishi berhenti menangis. Aku tidak tahan melihat
keadaannya saat ini.
Dia baru saja mengalami
pengalaman yang menakutkan. Aku berharap tidak meninggalkan sisi Kamaishi.
Sayangnya, hal itu tak
terelakkan. Dia baru saja mengalami pengalaman yang mengerikan.
Aku tetap berdiri diam
selama beberapa menit sampai akhirnya Kamaishi berhenti menangis mulai
melepaskan pelukannya. Namun, entah mengapa wajahnya yang semula dipenuhi air
mata, kini berubah memerah cerah.
“Apa kau sudah tenang
sekarang?”
“Y-Ya. makasih,
Kamiya-kun.”
“Tak apa-apa, tapi wajahmu
terlihat memerah, apa kau yakin kau baik-baik saja? Jangan bilang kalau dia
melakukan sesuatu padamu?”
“T-Tidak!! Aku baik-baik
saja!! Jangan khawatir tentang itu!!”
Untuk beberapa alasan,
Kamaishi tampak gugup menjawab pertanyaanku saat aku mengomentari wajahnya yang
memerah. Jika dia bersikeras tentang itu, maka aku percaya dia harusnya
baik-baik saja. Aku juga tak melihat sesuatu yang aneh dalam statusnya.
“K-Kalau dipikir-pikir
lagi, bagaimana kau tahu aku ada di sini?”
Sangat terlihat jelas dia
mencoba mengubah topik pembicaraan, tetapi karena hal itu akan sangat
merepotkan, aku memutuskan untuk mengikuti langkahnya.
“Aku bergegas ke sini
setelah melihatmu dari salah satu jendela, ketika teroris itu menyeretmu ke
dalam.”
“B-Begitukah ... Apa kau
sudah selesai dengan permintaan itu?”
“Ya, aku sudah
mengurusnya.”
“A-Aku mengerti~”
Kamaishi mulai bertingkah
aneh ketika percakapan mencapai titik cangung, jadi aku mengajakknya
meninggalkan tempat itu.
“Sekarang, ayo kita
keluar.”
“Y-Ya. Tentu saja.”
Kamaishi setuju ketika dia
meninggalkan gudang depan. Setelah aku memastikan dia pergi, aku mengalihkan
pandanganku ke teroris yang terbaring di lantai.
Aku harus melakukan
sesuatu tentang orang ini sebelum pergi. Tidak mungkin aku meninggalkannya
seperti ini. Sepertinya terlalu aneh baginya karna sendirian di tempat ini.
Ketika aku memutuskan
melakukan sesuatu, aku meletakkan tanganku pada tubuh teroris dan menggunakan 【
Teleportation Magic 】 untuk memindahkannya ke
ruang kelas di mana yang lainnya roboh.
Pada akhirnya semuanya
akan baik-baik saja.
Setelah aku memastikankan
bahwa teroris itu sudah diteleport dengan benar ke ruang kelas, aku segera
meninggalkan gudang. Aku menelpon lelaki tua itu dan segera setelah itu, semua
teroris berhasil diamankan dan para sandera, termasuk kami, dilindungi oleh
polisi.
Kasus
ditutup!
ーーーーーーーーーーーーーーー
(Kamaishi
POV)
Setelah kembali ke rumah,
aku masuk ke kamarku tanpa membuat satu pun suara, melempar tasku ke lantai,
dan diam-diam jatuh di atas tempat tidurku.
Itu
hari yang panjang.
Ketika aku mengingat
kejadian yang terjadi hari ini, aku ingat saat ketika aku mendadak memeluk
Kamiya dan wajahku menjadi merah menyala.
Aku tidak ingin mengingat
ini.
Aku membenamkan wajahku di
tempat tidur dan menunggu rasa maluku sedikit mereda, tetapi segera aku mulai
mengingat kembali beberapa saat sebelum Kamiya datang menyelamatkanku.
Aku masih bisa mengingat
dengan jelas wajah tengkorak, suara, dan paksaan dari teroris yang mencoba
menyerangku.
Itu
sangat menakutkan...
Hanya dengan memikirkan
situasi di mana Kamiya tidak datang untuk menolongku, tanganku tidak bisa
berhenti gemetar. Itu sebabnya aku sangat senang ketika dia muncul dan
menyelamatkanku saat itu.
Bahkan jika dia hanya
kebetulan melihatku, itu tidak mengubah fakta kalau dia telah menyelamatkanku.
Kamiya…
Dadaku berdebar-debar
ketika aku memikirkannya. Wajahku memanas setiap kali aku mengingat suara,
wajah, dan tindakannya dalam situasi itu.
Ku kira aku benar-benar... Ya, tidak ada
perasaan lain selain yang satu ini.
Setelah menegaskan kembali
perasaanku, aku menguatkan tekadku.
“Aku ingin berbicara lebih
banyak dengan Kamiya besok.”
Aku ingin membangun
hubungan lebih akrab dengannya dengan berbicara lebih sering dengannya.
Dan suatu hari, aku bisa
bersama... KYAA!! Apa yang aku katakan!!
Aku berguling-guling di
tempat tidurku dalam kepanikan karena aku termakan khayalan liarku. Pada saat
ini, aku melupakan sesuatu yang penting, yaitu sekolah kami akan ditutup selama
seminggu.
Tentu saja, tidak perlu
disebutkan lagi betapa malunya aku, ketika mengingat kenyataan itu.
«
Sebelumnya | List Chapter | Selanjutnya »
(˵ ͡° ͜ʖ ͡°˵)
BalasHapus